Kenapa Petani Dimiskinkan










Jamak kita temui keluhan petani, saat tanam pupuk dan bibit mahal, saat panen harga murah. Ternyata, masalah yang dihadapi petani tak sesederhana itu. Kolonialisasi petani telah terjadi puluhan tahun, bagaimana ceritanya ?

Petani tradisional tersingkir saat kapitalis yang latar belakangnya bukan petani masuk. Kebanyakan mereka adalah industri kimia yang ingin hasil produksinya bisa dikonsumsi masal.

Melalui lembaga global seperti FAO mendekati negara berkembang untuk menggunakan produk kimia mereka. Mereka mengedukasi fan pambat laut terjerat dengan barang sintetis itu, baik pupuk, herbisida, fungisida, pestisida dan bahkan sampai ke industri benih.

***

Edukasi itu rupanya berhasil mencuci otak petani, jika tanpa zat sintetis panennya pasti jelek. Petani yang awalnya bertani secara organik dengan optimalisasi pupuk kandang dan kompos, bergeser ke pupuk sintetis.

Bukan itu saja, pola tani polikultur alias tumpang sari atau permakultur alias menanam beragam tanaman perlahan berubah jadi monokultur. Satu lahan ditanami satu jenis tanaman saja. Contohnya sawit yang lagi hype karena migor mahal, karet, pisang dan lainnya.

Efek monokultur ini memicu hama dan mematikan siklus organik. Monokultur merusak lingkungan dan untuk mengatasi hama dan sejenisnya, muncullah pestisida, herbisida, fungsida dan sida lainnya. Disisi zat hara, karena satu jenis tanaman, maka memicu munculnya pupuk sintetis.

Akibatnya bertani makin hari makin mahal. Dahulu pupuk dan pestisida bisa swadaya, hari ini harus mengandalkan pabrik kimia. Ini hanya dari satu sisi, kedaulatan benih pun hilang. Kalau dahulu, petani menyimpan benih dari hasil panen, hari ini benar-benar mengandalkan dari pabrik benih. Kedaulatan petani perlahan hilang.

***

Bagaimana keluar lingkaran jin ini. Hari ini banyak petani milenial yang mulai back to basic. Baik melalui urban farming, hydroponik atau para pekebun.

Ada kesadaran menghidupkan tanah yang sudah tercemar pupuk kimia untuk kembali bertanam organik. Ada kesadaran kembali untuk bertani multikultur dan permakuktur atau agri ecology.

Andai banyak tangan telibat, rasanya tanah-tanah gersang, gunung yang gundul dan sawah yang mati kiranya bisa dihidupkan kembali. Itu terjadi kalau banyak orang punya kesadaran yang sama. Sudah saatnya petani mandiri, walau perlu waktu yang tidak sedikit.