Kenapa Bertani di Indonesia Jadi Mahal









Sebagai petani pemula, walau terlahir dari petani, tapi sudah lama melanglang berbagai profesi, jadi kompetensi taninya lupa. Sebelum bertanam, pastilah membaca cara budidaya jenis tanaman yang mau kita kebunkan.

Maka kita cari buku atau apalah yang membantu proses budidaya, mau itu pisang, durian, jambu, alpukat atau bahkan jenis-jenis sayur mayur.

Berikutnya, hampir semua buku melampirkan analisa usaha, berapa modal, untuk apa dan berapa rasio keuntungan.

Hampir semua pasti tergiur dengan gurihnya keuntungan dan kemudian mulai bertani. Namun, ditengah jalan, tak semua analisa bisnis itu nyata adanya. Tak sedikit yang zonk.

***

Dari hampir semua buku, pastilah memasukkan pupuk berunsur N, P & K. Kemudian pestisida dan sejenisnya. Kalau kita hitung, porsinya sangat besar. Apalagi kalau pas langka pupuk.

Hampir semua petani tercekoki, bahwa tak bisa bertani tanpa pupuk dan pestisida sintetis. Ini yang kemudian membuat bertani menjado begitu mahal.

***

Penasaran dengan hitungan-hitungan itu. Adakah bertani yang lebih murah dan ramah lingkungan. Bukankah pupuk kimia telah menjadikan asam tanah sehingga menjadi mati kesuburannya termasuk organisme didalamnya. Bukankah pestisida telah meracuni banyak orang sehingga memicu kanker dan sejenisnya.

Rasa penasaran ini membuat beberapa buku saya coba pelajari. Ingin mendengar dari pakar pertanian Islam, para pelaku permakultur dan penggiat agrobisnis organik.

Secercah jalan mulai tersingkap. Sejatinya tanah itu seperti halnya organisme. Karena organisme agar subur perlu dikelola dengan cara-cara organik. Dan cara organik jika didalami itu ternyata jauh lebih murah dan sustain jangka panjang.

Kita telah diracuni bahwa tak bisa bertani tanpa pupuk & pestisida kimia. Diracuni agar bertani biar untung banyak harus menerapkan mono kultur. Diracuni bahwa bertani organik itu mahal.

Siap yang meracuni pupuk kimia, dari sejarahnya, sebelum 1950 bertani itu dengan cara organik, menggunakan pupuk kangdang, kompos dan tumbuhan biji-bijian penyubur tanah mati. Tapi sejak pabrik kimia meluncurkan produknya dan dikampanyekan sexara masif, maka berlahan tertanam dalam benak petani, tanpa alat bantu sintetis, tak bisa apa-apa. Dan kemudian, tanah yang terpapar kimia menjadi asam dan hilanglah kesuburan tanahnya. Tanah luas, tapi hasil tak maksimal.

Bertanam mono kultur atau satu jenis tanaman, dikampanyekan seperti sawit, pisang, buah dan sayur. Dalam puluhan hektar tanah ditanam hanya satu jenis yang berakibat rentan kena hama. Dan muncullah pestisida sebagai solusinya.

***

Setelah mencoba memikirkan kembali ilmu tani yang telah lama hilang, terbersit kembali untuk bertani dengan cara-cara kuno. Dan itu yang terjadi hari ini. Kesadaran kembali untuk hidup lebih sehat. Betapa banyak sekarang anak-anak muda yang menekuni organic farm, urban farming, verticuktur, permakuktur, poli kultur, organic farming dan sejenisnya.

Semoga ini awalan yang baik bagi pertanian yang lebih murah dan sehat dinegeri ini.

Referensi :

1. Kebun al Quran

2. Al Filaha

3. Jadam Organic Farm

4. Permaculture

5. Organic Farm